Bagaimana Yayasan Harus Beradaptasi Dengan Digitalisasi dan Internet Ekonomi?
Yayasan atau lembaga amal di seluruh dunia saat ini menghadapi permasalahan global yang sama. Banyak organisasi nirlaba yang kesulitan pendanaan atau mengumpulkan donasi karena kebijakan pembatasan aktivitas dan mobilitas di mana-mana.
Tidak hanya di Indonesia, banyak lembaga non profit di berbagai negara yang mengalami kendala pengumpulan donasi lewat teknologi. Sebab, tidak semua pemilik yayasan atau lembaga non profit yang melek digital. Bahkan, kebanyakan di antaranya sudah sepuh atau generasi baby boomers yang tidak terlalu sering memakai teknologi digital.
Sementara, menurut survey NetChange hanya 11% lembaga non profit yang menerapkan teknologi digital dan internet secara aktif. Angka ini tentunya masih sangat kecil di era modern.
Kesulitan dalam hal mengadopsi teknologi digital ini dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia yang mengelola yayasan, serta infrastruktur, dan jaringan internet yang belum merata di beberapa daerah.
Sebab, tidak semua staf atau karyawan pada lembaga atau yayasan paham teknologi internet. Kebanyakan mereka adalah karyawan yang bekerja secara sukarela, bahkan ada beberapa yang hanya lulusan sekolah dasar saja.
Teknologi digital dan ekonomi internet harus menjadi fokus yayasan atau lembaga non profit.
Secara sederhana, yayasan non profit membutuhkan efisiensi biaya operasional dan menambah potensi penggalangan dana. Sebenarnya, staf atau pengelola yayasan tidak keberatan dengan penerapan teknologi digital. Namun, hanya sedikit yang mampu mewujudkan karena keterbatasan sumber daya manusia.
· The Child In Need Institute.
Yayasan atau lembaga nirlaba memakai teknologi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berdonasi. Sebagai contoh penerapan teknologi digital bagi lembaga nirlaba adalah The Child In Need Institute.
Bersama Accenture Labs, lembaga nirlaba The Child In Need Institute mengembangkan solusi digital inovatif yang disebut Girl Power. Tujuannya untuk memakai data dan informasi guna menghubungkan remaja dan wanita rentan kesehatan, pendidikan, nutrisi, dan perlindungan.
Solusi ini memakai teknologi seluler, cloud, dan analisis untuk melacak perubahan keadaan, memberikan informasi secara real time, serta mengirim notifikasi. Dalam setahun, Girl Power sudah menyelamatkan lebih dari 200 anak perempuan dari perdagangan manusia serta pernikahan di bawah umur.
· Barter Pay It Forward.
Contoh lain dari penerapan teknologi digital di suatu lembaga sosial adalah Barter Pay It Forward yang dirintis oleh John Porter. Lembaga ini membantu perusahaan yang terkena dampak sosial atau krisis ekonomi dengan bantuan berupa barter barang. Tanpa perlu uang tunai, Barter Pay It Forward juga membantu badan amal untuk mengurangi biaya administrasi dan pengeluaran lainnya.
Nantinya, uang yang terkumpul dari hasil lelang barang, akan diberikan lagi ke yayasan mitra yang membutuhkan. Semuanya dilakukan melalui jaringan ekonomi internet atau secara online.
· Fundraise Wisely (Wisely).
Di sektor yayasan amal, contoh penerapan teknologi digital adalah Fundraise Wisely. Didirikan oleh Artiom Komarov, Fundraise Wisely membantu mempercepat penggalangan dana dengan artificial intelligent (AI).
Selain itu, Fundraise Wisely juga dapat diintegrasikan dengan CRM untuk mengelola pemberian hadiah dan tanggalnya bagi setiap donatur. Jika dilakukan secara efektif, teknologi bisa menjadi pendorong efisiensi yang lebih baik bagi yayasan.
Bagaimana yayasan amal atau lembaga nirlaba mengadaptasi teknologi digital?
Penggalangan dana di abad ke-21, sudah tidak lagi membawa kotak kardus atau kaleng ke perempatan jalan raya. Atau, menempatkan sejumlah kotak plastik di kasir toko maupun berkeliling ke rumah warga.
Bila ingin penggalangan dana sukses, saatnya bagi yayasan sosial menerapkan teknologi digital dan internet. Yayasan bisa benar-benar menjangkau donatur langsung lewat smartphone, sehingga siapapun bisa berkontribusi. Bagaimana caranya?
Yuk, siap-siap rangkul teknologi digital berikut untuk meningkatkan hasil penggalangan dana yayasan nirlaba Anda:
1. Membuat aplikasi.
Menurut survey yang dilakukan oleh The Global Giving Report 2017, 94% orang yang memberikan sumbangan amal setuju bahwa badan amal perlu membuat aplikasi khusus agar donatur lebih mudah berkontribusi.
Justru dengan membuat aplikasi, yayasan atau lembaga amal akan terlihat lebih kredibel dan meyakinkan. Ada banyak contoh dalam hal ini seperti ketika usai London Marathon 2015, misalnya, Virgin Money Giving melaporkan bahwa penggunaan aplikasi penggalangan dana oleh badan amal meningkatkan donasi rata-rata sebesar 19%.
Sementara itu, Oxfam, meluncurkan aplikasi bagi para penggunanya agar dapat mengatur dan mengelola sendiri donasinya. Dilengkapi fitur seperti tinjauan riwayat donasi, update jumlah donasi tiap bulan, dan update informasi pemakaian dana donasi.
Menariknya lagi, dikutip dari penelitian MoneyMailMe, menunjukkan bahwa 72% generasi muda usia 18-2 tahun senang memberikan donasi melalui aplikasi seluler. Wow, gimana, masih yakin yayasan gak butuh teknologi internet untuk menggalang dana?
2. Memanfaatkan media sosial.
Menurut Global NGO Tech Report, hanya 32% lembaga nirlaba yang memiliki strategi media sosial efektif. Padahal, media sosial adalah salah satu saluran pemasaran dan kampanye yang paling ampuh.
Contohnya, masih ingat tentang Ice Bucket Challenge pada Agustus 2014 silam? Tantangan yang viral di media sosial ini mampu mengumpulkan $100 juta hanya dalam 30 hari bagi penderita penyakit neuron motorik.
Pada tahun yang sama, kampanye #nomakeupselfie Cancer Research dari Inggris sukses mengumpulkan £8 juta dalam enam hari.
Meskipun, tidak berpotensi viral, namun tetap saja Anda bisa mengunggah postingan tentang kampanye tertentu melalui media sosial agar bisa menjangkau para donatur potensial.
3. Gunakan video.
Teknologi media sosial untuk menggalang dana tak akan komplit tanpa adanya video. Jangan khawatir, bila kesulitan membuat konten video, Anda bisa meminta bantuan freelancer atau konten kreator dari platform pekerja lepas.
Video sangat efektif menjelaskan tujuan atau alasan di balik sebuah penggalangan dana. Bahkan, kini Anda bisa membuat video berkualitas baik secara gratis memakai layanan seperti Vimeo atau Facebook Live.
4. Optimalkan website mobile-friendly.
Menurut Reason Digital, badan amal kehilangan sekitar £1,5 miliar sumbangan pada tahun 2017 akibat websitenya tidak bisa dibuka melalui perangkat seluler seperti smartphone atau tablet.
Jadi, apa yang bisa dilakukan oleh yayasan dan lembaga amal? Reason merekomendasikan agar membangun website yang responsif dan adaptif jika dibuka melalui smartphone.
Kebanyakan masyarakat modern saat ini memakai smartphone dengan internet aktif. Maka itu, jika website penggalangan dana bisa dibuka melalui smartphone, tentunya akan mempermudah siapapun untuk berkontribusi.
Tak hanya itu , website yang mobile-friendly untuk penggalangan dana meliputi akses loading website yang cepat, terdapat kode QR atau link pembayaran untuk berdonasi, dan bila dibutuhkan isian berupa formulir. Pastikan, formulir ini singkat hanya berisi 3-5 kolom isian.
Dan apabila yayasan atau lembaga amal Anda masih baru dirintis atau belum memiliki website, ini saatnya membuat website penggalangan dana atau amal sekarang juga. Anda bisa menggunakan platform no-code yang sudah ada seperti Mayar untuk membuat website penggalangan dana dalam hitungan menit.